Selasa, 18 Desember 2012

Peta Vokal Dan Peta Konsonan

A.Peta Vokal

Bunyi vokal biasanya di klasifikasikan dan diberi nama sesuai posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah tersebut bisa bersifat vertikal dan bisa bersifat horizontal. Secara vertikal dibedakan adanya vokal tinggi. Misalnya bunyi (i) dan (u) ; vokal tengah misalnya bunyi (e) dan (∂) ; dan vokal rendah misalnya bunyi (a). secara horizontal dibedakan adanya vokal depan misalnya bunyi (i) dan (e); vokal pusat misalnya bunyi (∂) ; dan vokal belakang misalnya bunyi (u) dan (o). kemudian menurut bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tak bundar. Disebut vokal bundar karena bentuk mulut membundar ketika mengucapkan vokal itu, misalnya vokal (o) dan vokal (u). disebut vokal tak bundar karena bentuk mulut tidak membundar, melainkan melebar, pada waktu mengucapkan vokal tersebut misalnya vokal (i) dan vokal (e).

Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut itu kita dapat membuat bagan atau peta vokal  sebagai berikut :
Keterangan : TB =  tak bundar
           B =  bundar
Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut itulah kemudian kita memberi nama akan vokal-vokal itu, misalnya :
[i] adalah vokal depan tinggi tak bundar
[e] adalah vokal depan tengah tak bundar
[] adalah vokal pusat tengah tak bundar
[o] adalah vokal belakang tengah tak bundar
[a] adalah vokal pusat rendah tak bundar.

B.Peta Konsonan
Dari peta diatas dapat dikatakan bahwa [p] adalah konsonan hambat bilabial bersuara; sedangkan [b] adalah konsonan hambat bilabial bersuara. Perbedaanbunyi [p] dan [b] terletak pada bersuara dan tidaknya bunyi itu. Dalam hal ini, [p] adalah bunyi tak bersuara dan [b] adalah bunyi bersuara. Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia kedua bunyi itu pada posisi akhir silabel sering sekali bertukar-tukar tanpa berbeda maknanya. Di samping [sabtu] lazim juga orang melafalkan [saptu]; disamping itu [lembap] lazim juga orang menyebutnya dengan [lembab]. Bahasa Arab tidak berbunyi /p/. maka itu bunyi /p/ yang berasal dari bahasa asing diserap kedalam bahasa Arab dengan bunyi /b/. misalnya kota Paris di Perancis dalam bahasa Arab menjadi Baris, dan polisi menjadi (al)-bulis. Sebaliknya, dalam kebanyakan orang Indonesia bunyi /f/ adalah bunyi asing, yang ada dalam bahasa Arab, Belanda, atau Inggris; maka oleh karena itu, bunyi tersebut akan diganti dengan bunyi /p/ , yakni bunyi yang letaknya paling dekat dengan bunyi /f/ itu. Itulah sebabnya kata fitnah menjadi pitnah, kata fikir menjadi pikir, dan kata revolusi menjadi repolusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar